Kader Muhammadiyah Batam Meminta Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tekankan Pemerintah Atasi Masalah Rempang Eco City dengan menggunakan UU No 26 Tahun 2007 Tentang Tata Ruang
Batam,cyber-nasional.com – Bertempat di King Bussiness Centre Batam Kota yang bertepatan pada hari Ahad, 13 September 2023 yang dihadiri oleh petinggi Muhammadiyah di antaranya Dr. Dian Okaputra, M.Sy. Wakil Ketua Majelis Tabligh DK Riau, Dr. Dian Okaputra, M.Sy. Wakil Ketua Majelis Tabligh DK Riau, Nurmantiaz, kader Muhammadiyah Batam, tengah, serta para petinggi PDM Muhammadiyah kota Batam lainnya.
Dalam pertemuan tersebut yang dibahas mengenai isi Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) dan Majelis Hukum dan HAM (MHH) Pimpinan pusat Muhammadiyah mengeluarkan pernyataan bahwa penggusuran masyarakat Rempang Kepulauan Riau adalah bukti Pemerintah gagal melaksanakan konstitusi.
Keluarnya pernyataan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah ini, direspon dengan cepat oleh Kader Muhammadiyah Batam, Nurmantiaz yang meminta agar Pimpinan Pusat Muhammadiyah menegaskan kepada Pemerintah Pusat agar penyelesaian masalah Rempang dan Galang mengacu kepada UU 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
“Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum dan menjunjung tinggi supremasi hukum.
Kebijakan terkait pemanfaatan ruang dalam pembangunan baik di pusat ataupun daerah itu tertuang dalam Rancangan Tata Ruang Wilayah. Inilah dasar hukum yang harus dibuka oleh Pemerintah Pusat dan daerah tanpa harus terlibat dalam polemik penggusuran dan aktifitas represif aparatur negara yang mencederai hati rakyat” tegas Nurmantiaz.
“Dalam UU No 11 tahun 2020 yang dikenal sebagai UU Cipta Kerja juga dijelaskan bahwa pengertian penataan ruang adalah suatu sistem perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Jadi dasar hukum alokasi ruang itu jelas dan dikendalikan dalam bentuk perencanaan wilayah. Tidak membabi buta tiba tiba dua pulau Rempang dan Galang harus di kosongkan” demikian Nurmantiaz menjelaskan lebih lanjut.
“Dari data sederhana yang kami miliki, bahwa perencanaan ruang di Rempang dan Galang sudah terjadi. Ada wilayah yang di tetapkan sebagai hutan buru. Ada kawasan permukiman. Ada daerah resapan air. Ini berarti instrumen tata ruang sudah bekerja dan bekerjanya instrumen ini bisa di pastikan menggunakan uang rakyat. Ini yang harusnya di buka dan di terapkan. Investasi boleh tapi sesuaikan dengan tata ruang yang ada. Sebagaimana Presiden Jokowi katakan, berikan kepastian hukum.
Kepastian hukum itu ada di tata ruang. Tinggal buka tata ruangnya dan sesuaikan investasi yang masuk dengan tata ruang. Jadi bukan tata ruang yang ikut investasi, tapi investasi yang ikut tata ruang. Sederhana kan?” tutur Nurmantiaz santai.
“Jadi secara konkritnya, sebagai bentuk tanggung jawab kami selaku Kader Muhammadiyah di Batam yang berada langsung di wilayah konflik, maka di sini kami telah meminta agar penyelesaian konflik Rempang Galang versus Rempang Eco City di kembalikan kepada proses tata ruang yang terjadi sesuai UU No 26 tahun 2007. Investasi yang masuk dikaji ulang dan disesuaikan dengan tata ruang yang ada di daerah. Dan terakhir, sesuai dengan asas keterbukaan dan transparansi dalam UU Penataan ruang, seluruh pihak yang berkepentingan dalam hal ini Pemerintah Pusat dan Daerah dapat membuka tata ruangnya kepada publik sebagaimana azas yang berlaku tadi.” pungkas Nurmantiaz.
Demikian bang Nurman (panggilan akrab Nurmantias) mengakhiri perbincangannya di depan awak media.
Editor: Ma
Publisher: Red
Rep: Nursalim Turatea)