Tanah Milik Jeminem Warga Winong Seluas 3.882 M2 Kok Yang Dibayar PLTU Cilacap Cuma 3.235 M2, Sisanya Kemana?
CILACAP, cyber-nasional.com – Kantor Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional akan memfasilitasi laporan Jeminem warga Dusun Winong, Desa Slarang, Kecamatan Kesugihan, Kabupaten Cilacap terkait tanah sudah Hak Milik dengan nomor : 1888 Desa Slarang yang dibeli PT Sumber Segara Primadaya (S2P) PLTU Cilacap.
Dalam laporan tersebut, tanah dengan luas 3.882 meter persegi diduga baru dibayar oleh PT S2P PLTU Cilacap seluas 3.235 meter persegi, sehingga masih ada seluas 647 meter persegi yang diduga belum dibayar.
Kehadiran Jeminem didampingi Kuasa Hukumnya, Amsir Sapernong yang juga Pemimpin Redaksi (Pemred) medianasional.id ke kantor BPN pada Senin, (26/06/2023) diterima Kasi ….
Dalam pertemuan tersebut, Amsir menyampaikan, bahwa tanah milik Jeminem yang merupakan saudaranya itu yang telah dibayar oleh PT S2P PLTU Cilacap masih ada kekurangan luas yang belum dibayarkan. Mengacu pada sertifikat atas nama Jeminem luas tanah dengan nomor 1888 Desa Slarang itu 3.882 meter persegi, tapi baru dibayar seluas 3.235 meter persegi, sehingga masih ada 647 meter persegi yang belum dibayar.
Atas laporan tersebut, BPN akan memfasilitasi untuk dilakukan pertemuan dan mengundang pihak terkait seperti pihak PT S2P PLTU Cilacap, BBWS Serayu Opak, DPUPR Cilacap, dan Pemerintah Desa Slarang. Rencananya BPN akan menggelar pertemuan pada tanggal 04 Juli 2023 mendatang.
Jika dalam pertemuan tersebut natinya tidak menemui titik temu, maka pihak BPN akan melakukan crosschek lapangan untuk memastikan luas tanah yang ada sesuai dengan sertifikat tersebut atau tidak.
Ditemui usai acara, Kepala BPN Cilacap, Karsono melalui Kasi Survay dan Pemetaan, Abdul Latif, mengatakan, bahwa kami melakukan pertemuan dengan kuasa hukum Bu Juminen yakni Bapak Amsir Sapernong. Intinya kami meminta keterangan terkait permasalahan tanah yang dipersoalkan
Saya menjabat Kasi Survay dan Pemetaan di BPN Kabupaten Cilacap baru setahun yakni 2022. Padahal mengacu dengan permasalahan tersebut terjadi di tahun 2020, sehingga kami akan menggali permasalahan ini seperti apa,” katanya.
Untuk pembahasan tadi, lanjutnya kita sepakat untuk mengundang semua pihak baik dari S2P PLTU Cilacap, BBWS Serayu Opak, DPUPR, dan Pemerintah Desa, untuk kemudian kita mediasi yang terbaik seperti apa.
“Rencananya pertemuan akan diadakan tanggal 04 Juli 2023 dengan agenda yang ada dalam pembahasan. Pada pembahasan tadi, menurut kuasa hukum dari Bu Juminem, diduga ada selisih luas terkait pembebasan tanah. Kami pun perlu data dulu, dan data dukung dokumen valid. Untuk menjawab itu kami perlu keterangan dari semua pihak,” jelasnya.
Latif menambahkan, bahwa kami sebagai fasilitator artinya tidak bisa memutuskan, makanya kami tetap mengundang mereka yang terkait. Agenda sudah kami susun tadi. Setelah nanti digelar rapat terus ke lapangan. Kita bareng-bareng bersama pihak kuasa hukum untuk mengetahui hasil lapangan, fisik tanah, sebetulnya seperti apa. Kita baru mengkaji administrasi saja belum tahu kondisi lapangannya, sehingga kesimpulan sementara kita sepakat menggelar pertemuan lagi.
Sementara, kuasa hukum Jeminem, Amsir Sapernong mengklaim, bahwa terkait pembebasan tanah oleh pihak PLTU, luas di sertifikat yakni 3.882 meter persegi, sementara PLTU baru membayar hanya 3.235 meter persegi, itu artinya masih ada selisih 647 meter persegi yang belum dibayarkan.
“Awal pihak PLTU menyampaikan bahwa ketika ada keterangan dari pihak BBWS mereka akan lakukan ganti rugi, namun setelah surat itu ada, mereka berbalik (mungkir),” ucap Amsir Sapernong.
Selaku yang berwenang tentu keabsahan sertifikat. Kita berkordinasi dengan BPN Kabupaten Cilacap menanyakan tentang luasan sertifikat tersebut, apakah memang jual belinya sesuai dengan isi sertifikat atau belum,” ujarnya.
Amsir menambahkan pihaknya akan menggelar rapat koordinasi sebagai tindaklanjut sesuai keterangan pihak BPN agar dilakukan pertemuan bersama pihak-pihak terkait.
“Ada beban moral bahwa setiap ada pembebasan lahan untuk kegiatan pembangunan projec strategis pasti berdampak terhadap lingkungan, budaya, adat, wilayah kelahiran,” tambahnya.
Tugas kita, menurutnya selaku media mengawal untuk memperkecil dampak tersebut. Jangan sampai hal ini disalahgunakan oknum-oknum. Banyak sekali lahan masyarakat di PLTU Karangkandri hingga sampai saat ini belum dibebaskan.
“Lahan masyarakat hancur, tergenang air dan rusak oleh sungai Kalisapu akibat bolder yang dipasang tanggul oleh pihak PLTU,” jelasnya.
Ia menambahkan, bahwa masyarakat itu bingung mau nuntut kemana, sementara PLTU sulit untuk menjalin komunikasi. Harapan saya masyarakat jangan sampai dikorbankan oleh pembangunan projec strategis negara.
“Satu sisi kita ingin mengangkat harkat dan martabat warga sekitar. Disinyalir masyarakat sekitar dijanjikan untuk bekerja di PLTU, namun faktanya dipersulit,” ucapnya.
Harapan kami utamanya, lalnjut Amsir yakni mengangkat efek sosial. Biasanya dalam suatu projec apabila ada bahasa open projec artinya semua masalah sudah selesai, tapi faktanya ini belum selesai.
“Kita berharap, dan mohon ke teman-teman agar pembangunan ini tetap berjalan dengan baik. Masyarakat tenang, nyaman dan kondusif. Kami juga berharap kepada PLTU, dan Pemerintah Daerah utamakan tenaga kerja lokal, masyarakat yang berharap pekerjaan sesuai janji, berilah tempat bekerja sesuai job, skill dan kemampuan mereka,” pungkasnya. (**)
(Red)